CERPEN

Ruang 4

"By Asep wahyudin"


Jam tangan analog Adit menunjukkan pukul 07:53 pagi. Remaja berambut gondrong itu berlari menuju kelas di ruang 4 Gedung STKIP Syekh Manshur. Nafasnya tersengal-sengal, tas punggungnya berguncang seiring langkah kakinya yang terburu-buru. Kelas Pendidikan Seni Rupa dimulai tujuh menit lagi, dan dosen pengampunya, ibu Yeni Sulaeman M. Pd, terkenal tegas dan produktif. 

"Waduh" gumamnya sambil terus berlari. Semalam ia bergadang menyelesaikan tugas kuliahnya yang harus dikumpulkan hari ini. Akibatnya, ia bangun kesiangan dan harus melewatkan sarapan demi mengejar waktu.

Sesampainya di depan Ruang 4,Adit memelankan langkahnya. Ia mengintip melalui jendela kecil di dekat pintu dan menghela nafas lega. Ibu Yeni Sulaeman M. Pd belum datang. Beberapa mahasiswa masih asyik mengobrol dan santai main tik tok di dalam kelas.

"Woy dit lu kaya abis di kejar setan, Adit lu . Keringatan ya?" sapa Apani, teman sekelasnya yang duduk di bangku dekat pintu.

"Dikira gua udah terlambat Pan," jawab Adit sambil mendudukkan diri di kursi kosong di samping Apani "Ibu yeni mana?"

"Ada rapat di kantor akademik mendadak katanya. Kelas dimulai setengah jam lagi." Jawab Apani. 

Adit menghembuskan nafas panjang. "Ya ampun, aku lari-lari dari parkiran untuk tidak ada apa-apa."

"Tugas sudah selesai dit?" tanya Apani sambil mengeluarkan laptop dari tasnya.

"Sudah, semalam. Aku sampai tidak tidur," jawab Adit sambil mengeluarkan buku berisi tugasnya.


"Kau ambil topik apa?"


"Representasi perempuan dalam sastra pasca-reformasi. Kau?"


"Dampak Goyang Stecu-stecu Tik Tok terhadap perilaku konsumtif mahasiswa."


Percakapan mereka terhenti ketika pintu kelas terbuka. Bukan ibu Yeni yang masuk, melainkan Pak Kopral, petugas kebersihan sekaligus penjaga parkiran kampus. 

"Maaf anak-anak, kelas dipindah ke Ruang 1. Ibu Yeni sudah menunggu di sana," katanya.


Terdengar keluhan "Huh ripuh" Ucap seluruh mahasiswa. Adit menutup mata, merasakan kakinya yang masih lelah harus kembali berjalan.

"Pindah pindah terus," kata Apani, mewakili perasaan semua mahasiswa di ruangan itu.

Adit tersenyum kecut sambil memasukkan kembali barang-barangnya ke dalam tas. "Setidaknya kita tidak perlu angkat-angkat kursi lagi," guraunya.

Di Ruang 1, ibu Yeni sudah berdiri dengan tampang tidak sabar. Layar proyektor menampilkan slide pertama presentasinya. "Cepat duduk, kita mulai sekarang," katanya dengan suara tegas namun lembut yang khas.

Adit duduk di barisan ketiga. Ia mengeluarkan buku catatan dan pulpen, siap mendengarkan kuliah pagi itu. Meskipun lelah dan lapar, ada perasaan puas dalam dirinya. Tugasnya sudah selesai dengan hasil yang memuaskan. Terkadang, perjuangan kecil dalam keseharian kuliah memang berbuah manis. 

Ibu Yeni mulai berbicara tentang pentingnya seni dalam kehidupan, tapi pikiran Adit sudah berkelana ke kantin, membayangkan sepiring nasi dengan lauk telur ceplok dan segelas kopi pait sepait masa lalunya, yang akan ia nikmati setelah kelas selesai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

OBSERVASI KE SKH MUSTOFA BINAAN UMAT DI KECAMATAN PULOSARI PANDEGLANG BANTEN

KUNJUNGAN OBSERVASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI SKH MUSTOFA BINAAN UMAT DI PULOSARI

Observasi di SKH KOPRSI Pandeglang Baten